UNTITLED
Mau jadi dokter, tapi dia takut sama darah? Itulah seorang Zesya, dari
kecil dia bercita – cita untuk menjadi seorang dokter, tapi karena suatu
kejadian yaitu kecelakaan adiknya, Andi yang baru menginjak SMP dan dia melihat
kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri, kecelakaan itu berawal dari motor
baru yang dihadiahkan oleh Ayah Zesya untuk ulang tahunnya yang ke 17. Andi
yang juga ingin dibelikan motor nekad untuk membawa kabur motor baru tersebut
dan saat itu Andi terserempet truk yang cukup besar dan akhirnya terpental dan
dari kepalanya bercucuran darah. Zesya yang pada saat itu mangejar Andi dengan
motor Ayahnya langsung menjatuhkan motornya begitu saja dan langsung menolong
Andi. Tapi ternyata sesudah dibawa ke rumah sakit, nyawa Andi tidak tertolong
lagi.
Kejadian itu sangat membuat Zesya terpukul. Tapi tiba – tiba saat Zesya
duduk terdiam di kantin ada cowok keren, kakak kelas Zesya di SMA Impian,
tepatnya pacar Zesya yang bernama Fanno. “Jangan sedih lagi dong Zes, nih aku
bawain lolipop kesukaan kamu!” seru Fanno menghibur. “Makasih ya.”, kata Zesya
dengan senyum. “Sama – sama pacarku.”, jawab Fanno. Saat Zesya olahraga salah satu
teman Zesya terjatuh dan kakinya luka. Kebetulan di kelas Zesya menjadi seksi
kesehatan dan dia disuruh oleh Pak Bejo untuk mengobatinya, tetapi pada saat
mendekati temannya itu dia ketakutan dan langsung teringat oleh kecelakaan itu
dan pingsan. Fanno yang panik mendengar Zesya terjatuh pingsan menjenguk Zesya
di UKS pada saat istirahat. “Kamu sakit?” tanya Fanno. “Aku nggak sakit kok,
tapi nggak tahu kenapa semenjak kejadian itu aku jadi takut sama darah” jawab
Zesya. “Ya udah, nanti kita belajar supaya kamu nggak takut sama darah lagi
ya.”
Waktu pulang tiba, seperti biasa Fanno selalu mengantarkan Zesya sampai
gang rumah Zesya. Tetapi saat itu Zesya tidak mau, “Jangan naik motor, ya.
Please.” Kata Zesya. “Kamu juga takut naik motor? Nggak akan terjadi apa – apa
kok Zes, aku janji akan jaga kamu di mana pun, dan kapan pun”. Saat naik motor
itu, “Pelan – pelan ya.”, kata Zesya dengan perasaan takut. “Iya. Pegang aku
yang kenceng ya”, jawab Fanno. Di jalan
dengan perasaan takut, Zesya memegang Fanno dengan sangat erat, entah mengapa
rasa takut itu mulai hilang. “Kamu masih takut?” tanya Fanno. “Udah enggak
kok!” jawab Zesya. Tiba – tiba Fanno menambahkan kecepatan motornya, dan benar
bahwa ketakutan akan menaiki motor itu sudah hilang tanpa dia sadari.
Waktu terasa berjalan begitu cepat, sebentar lagi Puasa dan Fanno
bertekad bahwa ia akan menghilangkan
fobia akan darah yang dialami pacarnya itu hilang. “Duh, gue bingung nih, Bro!
Gimana ya, si Zesya masih takut sama darah!” kata Fanno yang sedang duduk di
depan kelas bersama teman – temannya yang lain. “Gak tau deh, Bro! Gue nggak
ikut – ikutan.”, kata Dicky salah satu temannya. “Lo, Ram?” berkata pada Rama,
teman dekatnya. “Gimana ya? Hmm, menurut gue lebih baik lo mulai dari hal
kecil, misalnya ‘sirup yang warnanya merah’ gitu?” jawab Rama. “Lo yakin itu
bakalan berhasil, Ram?” cetus Fanno. “Gak juga sih, tapi kalo kita percaya
pasti bisa lah!” jawab Rama. Istirahat itu Fanno membelikan Zesya minuman yang
warnanya merah darah dan memberikannya kepada Zesya. “Zes, aku punya minuman
nih buat kamu.” Kata Fanno. Sewaktu melihat minuman berwarna meah itu Zesya
langsung menutup matanya dan menutup telinganya pula, menurut dia itu adalah
salah satu cara untuk menghilangkan rasa takut. “Kamu mau bunuh aku ya? Itu
darah kan?” kata zesya ketakutan. “Ini itu sirup, Zes. Liat ya, sirupnya nggak
mau makan kamu kok, jadi kamu nggak usah takut sama sirup ini.” Jawab Fanno.
Fanno langsung membawa Zesya ke laboratorium IPA.
Di laboratorium itu Fanno menjelaskan bahwa darah itu tidak hidup dan
nggak akan bisa mencelakakan Zesya,
tetapi jika Zesya sudah kehabisan banyak darah itu bisa mencelakakan Zesya, dan
Zesya pun mulai percaya akan apa yang dikatakan Fanno kepada dia. Sekitar 1
hari lagi akan puasa, di SMA Impian diadakan dzikir bersama untuk menjelang
puasa. Fanno mulai melihat perkembangan Zesya yang sekarang sudah mulai berani
untuk minum minuman yang berwarna merah itu, tetapi tetap saja Zesya belum
berani untuk melihat dan memegang darah. “Puasa 1 hari lagi.”, kata Fanno.
“Kenapa memangnya? Kamu nggak suka hari puasa?” jawab Zesya. “Bukan begitu, aku
pernah bilang ke temen – temen aku kalo aku akan menghilangkan fobia kamu
sebeklum bulan puasa. Zesya mulai berpikir tentang omongan Fanno kepada
dirinya. Sampai di rumah dia mulai ingin belajar tentang bagaimana mengatasi
ketakutannya akan darah.
Tahap pertama dia memulai dengan sirup merah, lalu saus tomat, lalu dia
ingin mencoba dengan darah, tapi Ibunya berkata bahwa jika dia masih takut
jangan terlalu dipaksakan, tetapi dia tetap nekad dan dia mengambil pisau di
dapur dan menggesekan pisau itu di tangannya sampai tangannya luka dan
berdarah. Dan, “ Yeeaahhh!!” teriak Zesya, Ibunya yang sedang menonton televisi
di ruang depan kaget dengan teriakan Zesya dan ke dapur untuk memeriksa keadaan
Zesya. “Kamu kenapa Sya?” tanya Ibu. “Aku udah nggak takut sama darah lagi,
bu.” Jawab Zesya.
Keesokan harinya di sekolah Fanno datang dengan muka murung. “Kenapa
lo?” tanya Rama, “Gue belom bisa buktiin janji gue, Ram! Zesya belum sembuh
juga dari fobia darahnya itu.”, jawab Fanno. Tiba – tiba zesya datang dan
berkata, “Siapa bilang? Aku udah nggak takut lagi sama darah! Ini buktinya.”,
kata Zesya sambil menunjukkan luka yang kemarin terkena pisau. “Jadi kamu udah
sembuh?” tanya fanno. “Iya.” Mereka berpuasa selama 30 hari. Walaupun Zesya ada
yang bolong puasanya karena ada halangan. Dan tibalah juga hari yang ditunggu – tunggu semua orang, yaitu
hari lebaran. Saatnya untuk mengucapkan, “Minalaid’in Walfaidjin”.
Zesya berkeliling kompleks dan tiba – tiba ada kejadian seperti yang di
alami oleh Alm. Adik Zesya tersayang. Zesya melihat ada anak remaja putri yang
mengendarai motor dan terpental karena menabrak trotoar dan akhinya terpental
dan di kepalanya bercucuran darah. Zesya segera menolong anak itu dan
membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah di bawa ke Rumah Sakit, Zesya
menunggu anak itu dengan penuh rasa cemas, tiba – tiba handphone Zesya
berbunyi. “Kamu di mana, Nak?” ternyata itu adalah ayah Zesya, “Aku lagi di
rumah sakit, Yah. Tadi aku menolong anak yang terpental dari motornya.”, jawab
Zesya. “Ya sudah, nanti ayah jemput, ya?” tanya ayah Zesya lagi, “Ya.”, jawab
Zesya lembut. Setelah menerima telepon itu Zesya terus berpikir tentang nasib
anak yang terpental dari motornya tadi, dia tidak mau nasib anak itu sama
dengan nasib adinya, Andi. Dia pun memutuskan untuk menunggu anak itu dan menjelaskan
semuanya pada Ayahnya tentang hal itu dan dia juga menelepon Fanno agar dia
bersedia untuk menemaninya menunggu anak itu dan ternyata Fanno engan senang
hati mua menemani Zesya menjaga anak itu.
Anak itu belum sadar setelah hampir 1 hari dia di rawat di rumah sakait
itu dan tiba – tiba saat Zesya menidurkan kepalanya di lengan anak itu dan
Fanno juga tertidur di kursi anak itu mulai sadar dan Zesya pun terbangun.
“Kamu sudah sadar?” tanya Zesya dengan lembut, “Kakak siapa?” tanya anak itu
kepada Zesya. Fanno pun juga terbangun mendengar pembicaraan mereka, “Kakak ini
yang menolong kamu saat kamu terpental dari motor yang kamu kendarai kemarin,
namanya Zesya dan saya pacarnya, nama saya Fanno. Nama kamu siapa?” jelas Fanno
tentang kejadian yang kemarin. “Aku Dhea.”, jawab anak itu. Mereka berbincang
bincang dan Zesya pun berjanji akan selalu menjenguk Dhea. Dhea mulai pulih
kembali dan esok hari dia sudah diperbolehkan dokter untuk pulang. Dhea meminta
Zesya untuk menemaninya ke taman rumah sakit, tiba – tiba pada saat itu ada
seorang pasien yang seang melakukan terapi jalan karena kakinya yang lumpuh dan
tiba – tiba pasien itu terjatuh dan di kakinya berdarah. Dan tiba – tiba Dhea
bersembunyi di belakang Zesya, “Kamu kenapa, Dhe?” tanya Zesya. “Ada darah,
kak. Aku takut.”, jawab Dhea.
Zesya teringat akan dirinya dulu yang juga fobia akan darah, Zesya pun
memberikan nasihat yang sama dikatakan oleh Fanno, “Dhea, dengerin kakak, ya.
Darah itu nggak akan nyelakain kamu kok, tapi kalo kamu yang kehilangan banyak
darah, baru itu bisa mencelakakan diri kamu. Kakak dulu juga takut sama darah,
tapi setelah kakak tahu tentang semua itu kakak mencoba untuk mengalahkan rasa
takut kakak itu, jadi kamu nggak usah taut sama darah, ya.”, nasihat Zesya untuk
Dhea. “Makasih, ya kak, aku akan coba buat nggak takut sama darah lagi.” Tiba –
tiba Fanno datang untuk menjemput Zesya, “Zes, ayo kita pulang!” teriak Fanno
dari jauh. “Iya, sebentar ya!” jawab Zesya, “Dhe, kakak mau pulang dulu ya. Oh,
iya kalo kakak ketemu sama kamu lagi, kakak nggak mau kamu masih takut sama
darah, ok?” kata Zesya kepada Dhea. “Ok, hati – hati ya kak. Makasih udah mau
jagain aku dan jenguk aku setiap hari ya, kak!” ucap Dhea berterimakasih. “Sama
– sama, Dhe. Da – da!!” salam Zesya. Zesya pun diantar pulang oleh Fanno. Di
jalan Zesya menceritakan pada Fanno kalau Dhea juga fobia akan darah dan dia
memberikan nasihat kepada Dhea dengan nasihat yang sama yang dikatakan Fanno
pada Zesya.
Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah 1 tahun hubungan yang
dirajut oleh Fanno dan Zesya. “Happy Anniversary Zes!!” ucap Fanno. “Happy
Anniversary juga pacarku.”, ucap Zesya membalasnya. Restoran Cinta adalah
restoran yang dipilih Fanno untuk makan malam untuk merayakan Anniversary
mereka. “Dari namanya saja sudah terbayang kalau restoran itu penuh dengan rasa
cinta. Pacarku makin lama makin romantis aja sih, eh! Kok malah mikirin itu
sih? Bajunya aja belum disiapin. Hmmm, yang mana ya?” kata Zesya yang sedang
bercermin dan bingung menentukan baju yang akan dia pakai untuk makan malam
bersama Fanno nanti. Sementara itu Fanno menyiapkan kejutan untuk Zesya. Hmm,,
kira – kira apa ya kejutannya? Kita lihat aja nanti!
Mini dress berwarna biru yang akhirnya dipilih Zesya untuk merayakan
ulang tahunnya dengan Fanno. Tepat jam 7.00 Fanno menjemput Zesya di rumahnya
dan Fanno sampai menyisihkan uang sakunya untuk menyewa mobil spesial untuk
Anniversarynya dengan Zesya. Perjalanan terasa cepat berlalu, padahal sudah
setengah jam lebih mereka berdua di perjalanan menuju restoran Cinta, kok bisa
begitu, ya? Huh, hanya mereka yang tahu jawabannya. Makan malam sudah di
siapkan untuk mereka, selesai makan malam Fanno punya kejutan untuk Zesya, dia
menutup mata Zesya dengan kain berwarna hitam, “Kamu boleh buka kain itu
setelah aku bilang kamu boleh buka kain itu, tunggu sebentar.. Satu, dua,
buka.”, kata Fanno. Ternyata kejutannya adalah Dhea yang sudah cukup lama tidak
berjumpa dengan Zesya. “Kak, aku udah nggak takut lagi sama darah, ini
buktinya.”, kata Dhea dengan senyuman dan dia menunjukan bekas luka goresan
pisau. “Dhea?” ucap Zesya bingung, “Iya, kak. Ini Dhea, makasih ya kak, karena
kakak aku udah nggak takut lagi sama darah.”, jawab Dhea dengan penuh
terimakasih. Zesya memeluk Dhea melepas
rindu, “Kakak kangen banget sama kamu, Dhe. Jangan pernah takut sama darah
lagi, ya!” kata Zesya. Itu merupakan kejutan yang sama sekali tidak
terbayangkan oleh Zesya dan mungkin itu merupakan salah satu kejutan terindah
dari Fanno untuk Zesya.
***Selesai***